
UNICEF memberikan dukungan penuh kepada Pemprov Papua dalam menanamkan kesadaran pentingnya sanitasi melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yakni program pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Tujuannya menurunkan angka penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lain yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Di Papua, diare menjadi salah satu penyumbang angka kematian terbesar bagi anak-anak dan balita. Dinas Kesehatan Provinsi Papua mencatat setiap tahunnya kurang lebih ada 30.000 kasus diare. Kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS) oleh masyarakat Papua masih menjadi permasalahan pelik.
Dinas Kesehatan menyampaikan sekitar 60,7% masyarakat melakukan BABS karena menjadi kebiasaan mereka sejak lama. “Angka BABS masih cukup tinggi di Papua. Alasan lain kenapa mereka melakukan BABS karena banyak warga yang tidak mempunyai WC atau sanitasi yang memadai,” kata Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Beeri Wopari.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdasi) juga menyebutkan, 66% kasus diare lebih tinggi terjadi di lingkungan yang mempraktikkan BABS dibandingkan di lingkungan yang memiliki toilet pribadi. Tak hanya itu, kotoran yang dibuang sembarangan menjadi penyebab timbulnya lalat yang bisa menghinggapi makanan. Kebiasaan BABS sembarangan ini juga menimbulkan penyakit lain, seperti demam berdarah atau malaria. Papua, terutama Biak, masih menjadi daerah endemik malaria dengan sumbangan angka kematian yang tinggi.
Permasalahan lain, buruknya sanitasi di lingkungan masyarakat juga menimbulkan dampak negatif bagi anak-anak. Data UNICEF menunjukkan sekitar 40% anak Indonesia masih kerdil. Hal ini berkaitan erat dengan sanitasi buruk yang ada di lingkungan masyarakat Papua. “Masalah hambatan pertumbuhan pada anak mempunyai efek jangka panjang yang memengaruhi mereka, baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial,” kata Ketua Program Water Sanitation and Hygiene (WASH) Unicef Indonesia Dr Aidan Cronin.
Sementara, STBM sudah dilakukan sejak 2011 dengan melibatkan beberapa organisasi, seperti Simavi, Rumsram, dan Wahana Visi Indonesia. Hasilnya, setelah tiga tahun berjalan, sejumlah desa di Papua dinyatakan bebas dari perilaku BABS dan mengukuhkan Deklarasi STBM. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Belum lama ini enam kabupaten di Papua telah melakukan deklarasi dan berkomitmen penuh untuk menjalankan program STBM demi mewujudkan kualitas sanitasi, kebersihan, dan kesehatan yang lebih baik. Keenam daerah itu mencakup Kabupaten Biak, Jayapura, Jayawijaya, Merauke, Sapiori, dan Keerom.
Sumber : Koran Sindo tanggal 29 Desember 2015
Comments