Kabupaten Bungo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi jambi, seperti halnya Kabupaten lain di provinsi Jambi kabupaten Bungo juga dikenal dengan Suku Anak Dalam (SAD) nya atau yang lebih familiar di sebut suku KUBU.
Suku anak dalam di kabupaten bungo tidak semuanya beredar luas di hutan belantara, sebagian kecil dari mereka sudah ada yang menetap di sekitar pemukiman warga, meskipun belum bercampur baur dengan warga kebanyakan. Mereka yang menetap ini perlahan-lahan sudah memeluk agama dan kepercayaan tertentu, beberapa anak mereka juga sudah ada yang bersekolah di sekolah dimana mereka menetap meskipun hanya sampai sekolah dasar(SD). Walaupun mereka sudah berbaur dengan masyarakat luas namun cirri fisik dan sifat mereka masih mudah di kenali khalayak ramai dan warga sekitar dapat dengan gampang membedakan mana yang warga kebanyakan dan mana yang suku anak dalam.
Di desa Dwi Karya Bhakti kecamatan Pelepat yang merupakan salah satu desa penerima program Pamsimas tahun anggaran 2015 terdapat sekelompok suku anak dalam yang sudah menetap hampir 2 tahun lamanya, mereka awalnya bermukim di pinggiran hutan yang dekat dengan pemukiman warga, mereka hidup dari berburu dan mencari hasil hutan untuk di jual. Melihat kondisi tempat tinggal mereka yang memrpihatinkan pemerintah daerah dan pusat yang diprakarsai oleh LSM tertentu membangun hunian yang lumayan layak untuk mereka tinggali, dan hasilnya sudah 1 tahun ini suku anak dalam hidup berdampingan dengan masyarakat desa Dwi Karya Bhakti. Mereka mendiami rumah-rumah sederhana tersebut namun mereka tidak serta merta terikat dengan aturan-aturan yang di buat oleh desa dwi karya bhakti.
Suku anak dalam di desa Dwi Karya Bhakti ini bukanlah penerima manfaat ataupun terdampak dari program Pamsimas. Hunian mereka yang jauh dari pemukiman membuat mereka tidak kebagian 1 Pun Kran umum karna keterbatasan biaya dan pemukiman mereka yang jauh di atas bukit. Namun mereka di libatkan pada saat pemicuan stop BABS (pemicuan CLTS) dan kampanye Cuci tangan pakai sabun (CTPS).
Mereka yang berjumlah kurang lebih 50 KK mempunyai kebiasaan buang air besar di anak sungai yang juga mereka gunakan untuk minum, mandi, mencuci dan keperluan sehari-hari lainnya, hal ini membuat mereka sering terserang diare dan penyakit kulit seperti scabies,kurap, kadas serta panu. Faskab STBM berkerja sama dengan sanitarian Puskesmas dan Dinas kesehatan melakukan pemicuan stop BABS yang di hadiri hampir seluruh suku anak dalam dewasa.
Pada saat pemicuan stop BABS suku anak dalam sangat antusias mengikuti jalannya pemicuan hal ini di buktikan dari sikap mereka yang kala itu berebutan pengeras suara ingin menjawab pertanyaan dari lead fasilitator yang kala itu menjadi pemimpin jalannya pemicuan. suku anak dalam di Dwi Karya bhakti ini bisa di bilang sudah mulai “melek” ilmu pengetahuan karna mereka juga sering di kunjungi oleh LSM yang notabene mulai membekali mereka dengan pengetahuan-pengetahuan dasar. Sejak saat itu faskab STBM bersama sanitarian selalu memantau dan memonitoring perilaku BABS suku anak dalam tersebut, hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh pemicuan yang telah di lakukan memberikan efek untuk gerakan perubahan perilaku BABS suku anak dalam.
Pada dasarnya mereka yang telah di picu mulai memahami bahwa buang air besar sembarangan dapat berakibat buruk terdahap kesehatan mereka dan mereka mulai menyadari bahwasanya biaya yang harus di keluarkan untuk pengobatan apabila terserang penyakit tidaklah sedikit, namun mereka kala itu masih berdalih bahwa mereka hanya mempunyai anak sungai yang biasa mereka gunakan itu sebagai sumber air mereka.
Untuk kampanye cuci tangan pakai sabun di sekolah dasar yang merupakan agenda wajib yang harus di lakukan di tiap desa sasaran program Pamsimas faskab STBM bersama sanitarian awalnya memang menemui kendala karna anak-anak SAD ini sangat lemah daya tangkapnya terhadap materi yang di berikan di banding anak-anak lain yang tidak berasal dari SAD. Namun berkat kegigihan kami mencontohkan dan menyampaikan dengan bahasa yang gampang mereka cerna akhirnya mereka mulai memahami dan mereka terlibat langsung pada saat praktek cuci tangan pakai sabun di sekolah. Kami berharap setelah melakukan kampanye CTPS anak-anak di desa dwi karya bhakti baik anak-anak biasa maupun SAD mulai terbiasa melakukan cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu penting yang sudah di anjurkan oleh kementerian kesehatan.
Anak-anak SAD yang biasanya terkesan kotor dengan kuku yang hitam panjang dan rambut yang kurang ter urus kini mulai rapi dan sedikit lebih perhatian terhadap penampilan mereka jika mereka bersekolah, hal ini tidak lepas dari peran aktif guru sekolah yang senantiasa menyemangati mereka untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di rumah maupun di sekolah dengan tidak membedakan mereka dengan anak-anak lainnya dan tentunya tanpa diskriminatif
Faskab selalu berpesan kepada guru dan kepala sekolah agar selalu mengulang mengkampanyekan pentingnya cuci tangan pakai sabun minimal 1 kali dalam seminggu pada saat upacara bendera agar anak-anak di desa dwi karya bhakti terbiasa melakukan cuci tangan pakai sabun.
Faskab dan sanitarian berharap dengan di libatkannya SAD pada saat pemicuan dan kampanye CTPS dapat meningkatkan akses sanitasi di desa Dwi Karya bhakti karna jumlah mereka yang banyak dan jika terus di biarkan mereka yang BABS akan dapat menyebarkan bibit penyakit kepada masyarakat lainnya karna jumlah mereka akan semakin bertambah setiap tahunnya. Selain itu faskab dan sanitarian berharap SAD dapat menjadi penggerak masyarakat lain untuk berubah perilaku karna SAD saja mau berubah perilaku apalagi masyarakat lain yang jauh lebih maju dan mempunyai adat istiadat.
Kini SAD di desa Dwi karya bhakti sudah mulai membiasakan diri buang air besar di WC yang di bangun pemerintah untuk mereka, hal ini karna setelah di lakukan pemicuan, SAD selalu meminta di buatkan sarana air bersih dan WC kepada siapa saja yang datang berkunjung ke pemukiman mereka. Hal ini tentu saja karna mereka sudah menyadari bahwasanya penting bagi mereka mendapatkan akses air minum dan sanitasi yang layak. Mereka memang tidak mampu untuk membangun sarana air minum dan sanitasi secara swadaya di pemukiman mereka karna mereka memang tidak memiliki banyak informasi dan pengetahuan untuk hal yang satu ini. Kini SAD di desa dwi karya bhakti sudah jarang terlihat melakukan aktifitas di anak sungai sekitar pemukiman mereka dan mereka berharap nantinya akan ada kran umum yang di bangun di sekitar rumah mereka karna mereka beranggapan bahwa memutar keran kemudian medapatkan air yang mengalir deras adalah sesuatu yang keren.
Penulis : Hanifah (Faskab STBM kab. Bungo)// Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments