Pagi itu, 14 Oktober 2016, terjadi keceriaan yang tidak biasa di Sekolah Luar Biasa (SLB) PKK Sukarame, Lampung. Sebanyak 350 murid SLB diajak bersama-sama memahami pentingnya hidup bersih dan sehat melalui kegiatan yang menarik. Murid-murid diajak bernyanyi, menari, mencuci tangan, dan kemudian membuat cap tangan dukungan untuk gerakan CTPS. "CTPS penting bagi semua orang, terutama anak-anak. Diharapkan penyampaian materi PHBS ini menjadi upaya yang murah, mudah, dan efektif untuk mencegah penularan penyakit," ujar Ibu Yustin Ridho, ketua PKK Provinsi Lampung.
Pelibatan anak-anak berkebutuhan khusus maupun penyandang disabilitas lain di dalam gerakan CTPS dan PHBS merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) mencatat bahwa 11 persen masyarakat Indonesia merupakan penyandang disabilitas, baik memiliki Keterbatasan fisik maupun intelektualitas. "Penyandang disabilitas adalah kelompok yang mengalami banyak kesulitan mengakses dan menggunakan sanitasi yang layak," ujar Risnawati Utami dari Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD). Risna menambahkan bahwa 80 persen penyandang disabilitas dan orang berkebutuhan khusus tinggal di perdesaan dan berasal dari keluarga miskin.
Selain penyandang disabilitas dan orang-orang berkebutuhan khusus, masyarakat yang ada di kawasan tertentu, misalnya masyarakat adat atau suku di perdalaman juga perlu dilibatkan di dalam kegiatan-kegiatan PHBS. Beberapa waktu yang lalu, tim fasilitator STBM dan PAMSIMAS melakukan pemicuan dan sosialisasi CTPS di Desa Dwi Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Jambi yang merupakan kawasan tempat tinggal Suku Anak Dalam (SAD). "Saat pemicuan Stop BABS, masyarakat SAD sangat antusias. Mereka berebutan menjawab pertanyan dari fasilitator," jelas Hanifah, Faskab STBM Kabupaten Bungo. Selain pemicuan BABS, tim kesehatan Kabupaten Bungo juga melakukan kampanye CTPS. ''Awalnya, kami kesulitan karena anak-anak SAD sangat lemah daya tangkapnya terhadap materi yang diberikan, tetapi berkat kegigihan tim mencontohkan dan menjelaskan dengan bahasa yang gampang mereka cerna, dan tentunya dukungan dari guru-guru di sekolah, akhirnya anak-anak mulai memahami pentingnya CTPS dan terlibat dalam mempraktikkannya," lanjut Hanifah.
Sejalan dengan target akses universal sanitasi, pelibatan kelompok berkebutuhan khusus, kelompok rentan, kelompok penyandang disabilitas, maupun kelompok-kelompok masyarakat yang sulit diakses seperti masyarakat Suku Anak Dalam, perlu dilakukan. Berdasarkan pengalamannya bekerja dengan kelompok difabel, Nuning dan Risna dari OPD memberikan tips agar tidak datang kepada kelompok tersebut dengan pendekatan membawa bantuan. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami kelompok tersebut, kegigihan memberikan contoh, dan pelibatan mereka di dalam praktik perubahan perilaku, baik BABS maupun CTSP, juga merupakan tips yang dapat dicontoh dari Kabupaten Bungo.
Penulis: Rahmi (WSP), Iin Cintawati (Korprov STBM Lampung), Hanifah (Faskab STBM Bungo), dan Uthe (Sekretariat STBM)
Comments