CLEAN Jakarta : Mematahkan Mitos STBM

 Pada bulan April 2013 hingga bulan Maret 2016, Wahana Visi Indonesia (WVI) dengan dukungan dana dari World Vision Hongkong melaksanakan CLEAN Jakarta Project sebagai bentuk riset aksi untuk uji coba penerapan STBM pada wilayah perkotaan. Tujuan utama dari proyek ini adalah mendukung peningkatan kondisi lingkungan yang sehat bagi anak-anak dan keluarga melalui peningkatan perilaku sanitasi mayarakat.

Berdasarkan hasil survey marketing sanitasi dan kapasitas proyek, CLEAN Jakarta fokus pada 3 dari 5 Pilar STBM, yaitu Pilar 1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), Pilar 2  Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan Pilar 4 Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT).

Mengikuti ketentuan STBM, kegiatan di CLEAN Jakarta ini juga meliputi tiga komponen dari strategi pelaksanaan STBM, yaitu: 1) penciptaan lingkungan yang kondusif atau enabling environment,2) penciptaan kebutuhan sanitasi atau demand creation, dan 3)peningkatan suplai sanitasi atau supply improvement.

MITA 1

Gambar 1: Tiga Komponen Strategi Penyelenggaraan STBM dalam CLEAN Jakarta

MITA 2

Gambar 2. Lokasi CLEAN Jakarta Project

Setelah serangkaian pertemuan dengan pemerintah Jakarta Utara dan dengan pertimbangan bahwa CLEAN Jakarta turut membantu penataan wilayah “kumis” (kumuh dan miskin), lokasi yang ditentukan oleh pemerintah untuk implementasi STBM ini adalah RW 12 dan 14 Kelurahan Penjaringan dan RW 04 dan 16 Kelurahan Semper Barat, dengan total populasi 20,584 jiwa.

Sepanjang implementasinya, CLEAN Jakarta mendorong terbentuknya Pokja STBM di tingkat RT, RW dan Kelurahan, yang terdiri dari kader dan tokoh masyarakat. Mereka adalah motor semua kegiatan masyarakat di CLEAN Jakarta.

  • Pilar 1: Stop Buang Air Besar Sembarangan

Pemicuan terlebih dahulu dilakukan oleh Pokja STBM demngan sasaran warga yang mempraktikkan BABS di pinggir kali menggunakan WC helikopter, di pinggir rel kereta api, dan keluarga yang kamar mandinya tidak mempunyai tangki septik. Ada 18 RT di Penjaringan dan 8 RT di Semper Barat yang telah mendapat pemicuan baik tentang Stop BABS, CTPS dan Pengelolaan Sampah Padat, tidak termasuk pemicuan di sejumlah posyandu di wilayah RW 04, di kelompok senam ibu, pertemuan PKK dan dasa wisma, dan di kelompok anak.

TTG yang dikembangkan adalah biofilter komunal, sebanyak 3 unit di 3 lokasi, wilayah Kelurahan Penjaringan (1 unit di RW 12) dan Kelurahan Semper Barat (2 unit di RW 04). Satu unit dapat menghubungkan toilet dari 5-12 KK. Biofilter komunal ini memanfaatkan limbah plastik minuman kemasan probiotik sebagai media pengembangbiakan bakteri pengurai. TTG ini dikembangkan oleh Bapak Abie Wiwoho, salah peserta lomba TTG STBM Perkotaan pada tahun 2013.

MITA  3Pada bulan Januari 2016, RW 04 Semper Barat mengajukan surat permohonan verifikasi SBS ke Puskesmas Kecamatan Cilincing, yang  ditanggapi dengan baik oleh Puskesmas, dengan mengeluarkan SK tim verifikasi sebanyak 6 kelompok. Total peserta verifikasi berkisar 30 orang yang terdiri dari petugas Puskesmas Cilincing dan Semper Barat, Bidan, kader, Pokja STBM dan staf WVI serta didampingi juga oleh staf Kesling Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Total KK yang diverifikasi adalah sejumlah 1305 KK dari 12 RT. Hasil akhir verifikasi menunjukkan 1074 KK SBS, dan 3RT berpotensi mencapai 100% Stop BABS. Sisanya terkendala tangki septik yang belum memenuhi standar kesehatan, dan popok sekali pakai yang dibuang sembarangan tanpa membuang tinjanya ke WC.  Menindaklanjuti hasil verifikasi, Pokja STBM melakukan pemicuan ke kelompok Ibu-ibu yang memiliki baduta dan pengguna popok sekali pakai.

Hasil berita acara verifikasi ini yang kemudian dijadikan acuan oleh masyarakat untuk Deklarasi Stop BABS di RW 04 Semper Barat pada bulan Maret 2016. Deklarasi SBS tersebut dihadir oleh Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, dan WaGub DKI Jakarta beserta jajarannya. Deklarasi ini menarik perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun 2 unit tangki septic komunal di RW 04 untuk mengatasi permasalahan tangki septic yang tidak sesuai standar kesehatan di wilayah Semper Barat.

  • Pilar 2: Cuci Tangan Pakai Sabun

MITA 4Pemicuan dan kampanye Pilar 2 STBM lebih difokuskan kepada anak-anak mulai dari PAUD hingga usia SD, baik di KBA (Kelompok Belajar Anak) dan di sekolah. Pemicuan CTPS ini juga dilakukan di lokasi pengungsian saat banjir yang terjadi di Jakarta Utara pada tahun 2014 dan tahun 2015. Adapun TTG yang dikembangkan untuk pilar ini adalah ClinkHiPpos, (Clean-Hand with soaP Portable Stand), yaitu suatu alat tempat mencuci tangan dengan sistem pedal kaki sebagai pembuka dan penutup kran dengan dua tingkat  ketinggian kran pada 100 cm dan 65 cm yang dapat digunakan oleh anak-anak hingga orang dewasa.

  • Pilar 4: Pengamanan Sampah Rumah Tangga

Hasil diskusi dengan masyarakat saat pemicuan terkait sampah dilakukan, bankMITA 6sampah adalah salah satu solusi yang mereka kemukakan. Pokja STBM kemudian memulai pertemuan-pertemuan berseri di masyarakat untuk membentuk bank sampah. Ada 2 bank sampah yang berhasil dibentuk dan berkembang, yaitu Bank Sampah Maju Bersama (BSMB) di RW 13 Kelurahan Penjaringan dan Bank Sampah Kenanga Peduli Lingkungan (BSKPL). CLEAN Jakarta membantu peningkatan kapasitas pengurus bank sampah dalam hal manajemen organisasi dan kemitraan serta kapasitas pengelolaan teknis sampah padat. Masing-masing bank sampah berkembang mandiri, ampu mengelola sekitar 3-5 ton sampah padat per bulan yang berasal dari wilayah masing-masing. Di samping itu, pada pilar ini ada 2 jenis TTG yang dikembangkan yaitu alat press plastik manual kapasitas 100 Kg, dan waste petrolisis yaitu mesin pembakar plastic yang menghasilkan minyak dan gas. Inovator waste petrolisis ini  adalah Bagus Pramudito dan Agi, finalis kompetisi TTG STBM 2013. Pada uji coba perdana, dari 3 kg plastik dihasilkan 2,5 liter minyak dan gas selama proses pembakaran yang memakan waktu dua jam. Hasil buangan proses pembakaran alat ini adalah gas dan minyak.  Hasil uji lab menunjukkan bahwa minyak yang dihasilkan oleh alat ini mendekati kualitas solar.

Beberapa Pembelajaran Implementasi STBM di Perkotaan yang diperoleh melalui CLEAN Jakarta adalah sebagai berikut:

-STBM sangat bisa dilakukan di perkotaan walaupun selama ini banyak anggapan bahwa STBM hanya cocok dan berhasil di pedesaan. Di tahap awal pengenalan CLEAN Jakarta, ada keraguan terhadap pendekatan STBM ini oleh mitra setempat karena kondisi Jakarta sama sekali berbeda dengan pedesaan. Namun perubahan perilaku higien dan sanitasi yang menjadi tujuan pendekatan STBM ini, tidak memandang wilayah geografis. Kenyataannya, melalui CLEAN Jakarta ditemukan bahwa perilaku masyarakat di perkotaan dan di perdesaan dalam hal 5 Pilar STBM adalah sama.

-Pokja STBM yang dibentuk dari masyarakat merupakan alat vital gerakan ini. Jumlah sanitarian tidak mencukupi untuk wilayah Jakarta Utara, oleh karena itu kesenjangan ini perlu diatasi dengan peningkagtan kapasitas Pokja STBM di tingkat RT, RW dan Kelurahan.

-Kontrak sosial saat pemicuan umumnya dilakukan secara individu, namun untuk konteks pemukiman padat Jakarta, kontrak sosial komunal juga diperlukan. Kesepakatan perubahan perilaku komunal ini akan mempermudah proses perbaikan infrastruktur karena keterbatasan lahan.

-Selama proses verifikasi dan deklarasi STBM, kesulitan utama yang dialami adalah menyetarakan unit terkecil wilayah dalam sistem monitoring STBM yaitu desa/kelurahan. Satu desa atau kelurahan di DKI Jakarta, populasinya hampir setara dengan kecamatan bahkan kabupaten di propinsi lain, yaitu berkisar 13,000 – 15,000 KK. Sebagai contoh, 12 RT di RW 04 Semper Barat berjumlah sekitar 1300 KK. Untuk mempermudah pengelolaan STBM, satuan wilayah terkecil untuk implementasi di perkotaan sebaiknya di tingkat RT atau RW

-Dari tujuh kriteria dalam alat verifikasi STBM Pilar 1: kriteria jarak pembuangan tinja ke sumur gali adalah hal yang paling sulit untuk dipenuhi. Ini disebabkan karena kondisi lingkungan dengan jumlah hunian padat, sempit, dan kumuh di wilayah seperti RW 12 dan 13 Penjaringan tidak memungkinkan warga membangun tangki septik dengan jarak minimal 10 m dari sumur gali. Data menunjukkan bahwa ternyata air dari sumur tersebut tidak digunakan untuk keperluan air minum. Oleh karena itu, kriteria verifikasi STBM perlu penyesuaian untuk konteks perkotaan.

Penulis : Mita Sirait (Wahana Visi Indonesia)

Comments