Sebelumnya perkenalkan, saya Sukmal Fahri Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan, di Poltekes Jambi. Beberapa saat yang lalu setelah mengikuti pelatihan STBM yang dilaksanakan di Hotel Bumi Surabaya, saya mencoba menginplementasikan hasil pelatihan yang saya ikuti, agar dapat memaksimalkan pengetahuan yang akan diterima oleh mahasiswa.
Pembelajaran dimulai dengan pengertian STBM, sejarah STBM dan pendekatan CLTS yang melandasi pendekatan STBM. Pendekatan STBM mendasarkan pada perubahan perilaku hygiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat dengan metoda pemicuan. Langkah awal perubahan perilaku dilakukan dengan pemicuan untuk meningkatkan akses terhadap sarana sanitasi yang difasilitasi oleh pihak diluar komunitas sehingga masyarakat dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan akses terhadap sarana jamban berdasarkan analisa kondisi lingkungan tempat tinggal dan resiko yang dihadapinya.
Ada mahasiswa yang bertanya beda pendekatan STBM dengan pendekatan CLTS. Saya menjelaskan bahwa pendekatan CLTS lebih kearah pendekatan Community Led Total Sanitation (CLTS), perubahan perilaku secara kolektif masyarakat dibantu dengan pendekatan yang tepat-guna untuk memicu perubahan. Hal ini selaras dengan keyakinan masyarakat mencapai tujuan terciptanya lingkungan yang bebas dari buang air di sembarang tempat. Adapun STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan yang dipimpin oleh masyarakat, masyarakat yang memimpin untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pencapaian Sanitasi Total.
Sebelum program CLTS dan STBM berkembang di Indonesia, banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Cakupan akses sanitasi juga tidak kunjung merangkak naik. Beberapa faktor penyebab kegagalan tersebut, diantaranya kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pelaksanaannya, serta kurangnya kebutuhan atau demand masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat pendekatan yang mampu mengugah rasa mau dan butuh masyakat untuk sehat dan menyadari bahwa sehat merupakan investasi dan produktifitas. Disaat saya menjelaskan, ada mahasiswa yang mengacung tangan bertanya, "Pak masalah ta'i aja kita orang Indonesia belum sopan jadi CLTS (Cuma Lubang Tahi Saja) masih perlu balajar?". Suasana kelas menjadi ramai dengan tawa.
Pembuangan kotoran/tinja di sembarang tempat berpengaruh terhadap lingkungan, ekonomi maupun kesehatan masyarakat. Sehingga pertanyaan tadi menjadi diskusi yang ramai dan suasana menjadi hidup, kotoran merupakan sumber penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Saya mencoba melontarkan beberapa pertanyaan kepada mahasiswa, "Mengapa orang membuang kotoran di sembarang tempat seperti di sungai?" Mahasiswa menjawab karena masalah ekonomi dan pengetahuan yang rendah tentang dampak tinja dan kesehatan, namun ada juga yang menjawab karena faktor kebiasaan karena pemukiman yang berada di bantaran sungai, kecenderungan membuang kotoran di sungai akibat dari kebiasaan dari kecil dan selalu di ajarkan oleh orang tua di sungai, karena sungai selain tempat mandi cuci dan kakus sungai juga sebagai sarana informasi dimana pada petang dan pagi para ibu mandi dan mencuci sambil berinteraksi pada jamban terapung (jamban sungai). Namun ada juga menjawab karena air bersih yang ada belum seluruhnya rumah tangga terlayani khususnya di desa yang jauh dari sarana jaringan listrik, dan ada juga yang menjawab bahwa buang hajat di sungai merupakan, aspek kenyaman bahwa kebiasaan melihat pemadangan air dan ikan yang selalu merebut akan makanan, sehinga muncul istilah dari kita oleh kita untuk kita .. (ikan kita makan), artinya terjadi pencemaran rantai makanan.
Penulis ; Sukmal Fahri (Dosen Poltekes Kesling Jambi)//Editor :UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments