Sinergitas Kegiatan Pemicuan STBM Antar Lembaga Pendidikan

stbm 1Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 22 menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan perilaku. Pengertian Sanitasi secara umum mengacu pada penyediaan fasilitas dan layanan untuk pembuangan urine dan tinja yang aman. Sanitasi yang tidak memadai adalah penyebab utama penyakit di seluruh dunia dan sanitasi diketahui memiliki dampak positif bagi kesehatan baik di lingkungan rumah tangga dan di masyarakat pada umumnya (www.who.int/topics/sanitation/en, 2015. Sanitasi juga bermakna kemampuan menjaga kondisi higienis, melalui layanan pengumpulan sampah dan pembuangan air limbah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesehatan dan sanitasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sanitasi yang baik akan mendukung terciptanya kondisi kesehatan yang baik juga, begitu pula sebaliknya. Idealnya kedua hal tersebut berjalan seiring dan seimbang, akan tetapi ada banyak faktor yang menyebabkan kesulitan untuk mencapai kondisi yang ideal tersebut. Kondisi lingkungan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab angka kejadian kasus penyakit berbasis lingkungan masih tinggi. Kondisi kesehatan Indonesia masih didominasi oleh penyakit berbasis lingkungan khususnya penyakit yang dibawa oleh air (water borne diseases), seperti DBD, Diare, Kecacingan dan Polio. Penyebab utama tingginya penyakit-penyakit tersebut adalah perilaku hidup yang belum bersih dan sehat, terutama masih banyak masyarakat yang buang air besar di tempat terbuka (open defecation), seperti di kebun, sungai, dan sebagainya.

TABOSanitasi Total Berbasis Masyarakat atau disebut STBM merupakan pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan mendorong untuk perubahan perilaku pada masyarakat. STBM ini ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat untuk mempercepat pencapaian pembangunan milenium (MDGs) tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015.

Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku sanitasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah Indonesia menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).

dokumentasiSehubungan dengan hal kebutuhan tenaga sanitarian yang cukup banyak untuk pelaksanaan STBM sampai ke pelosok negeri,maka Kementerian Kesehatan melalui jalur pendidikan, berupaya mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam institusi pendidikan kesehatan, khususnya di jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekes. Sehingga diharapkan para lulusan nantinya akan memiliki keterampilan di bidang pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku dalam program-program pemerintah yang menggunakan pendekatan STBM.

Sejalan dengan keputusan Kemenkes, Poltekkes sebagai ujung tombak terdepan untuk mendidik tenaga-tenaga sanitarian yang dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan di lapangan berupaya memenuhi amanat tersebut dengan memasukkannya dalam satu pokok bahasan mata kuliah inti. Di Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta materi STBM diberikan pada mahasiswa Semester VI sebagai salah satu pokok bahasan mata kuliah Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan (DPMKL). Tujuan dari mata kuliah ini agar mahasiswa mampu melakukan praktik langkah-langkah penentuan masalah, langkah-langkah menetapkan prioritas masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pengorganisasian dalam pemecahan masalah, evaluasi hasil kegiatan pemecahan masalah bidang kesehatan lingkungan.

Pada Program Studi Diploma III praktik lapangan pemicuan STBM merupakan salah satu capaian pembelajaran untuk mata kuliah Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan (DPMKL). Agar Pembelajaran ini dapat berhasil dengan hasil optimal mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang berjumlah 7-8 orang dalam setiap kelompoknya. Setiap kelompok bertugas melakukan pemicuan STBM di dusun atau lokasi yang sudah ditentukan oleh lokasi praktik.

Puskesmas Sleman adalah mitra kerja yang digandeng oleh Poltekkes Kemenkes Yogyakarta khususnya Jurusan Kesehatan Lingkungan untuk menjadi lahan praktik lapangan kegiatan pemicuan STBM di komunitas. Pilar dalam pemicuan di lapangan ditentukan berdasarkan identifikasi masalah dan kemudian dilakukan penentuan prioritas masalah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sleman. Sebelum diterjunkan dalam kegiatan pemicuan mahasiswa dibekali dengan kuliah tatap muka untuk teori dan simulasi pemicuan di kampus. Dalam proses pemicuan selanjutnya mahasiswa membagi sumberdaya yang ada dalam tugas dan tanggungjawab masing-masing sesuai dengan peran seorang fasilitator. Mahasiswa menjadi fasilitator dengan pendampingan dari sanitarian Puskesmas Sleman. Persiapan alat dan bahan pemicuan disiapkan bersama dengan Puskesmas.

Tahun 2017 ini adalah tahun keempat mahasiswa melakukan praktik pemicuan STBM di komunitas. Kegiatan ini melibatkan tokoh masyarakat setempat, kader dan masyarakat di dusun lokasi pemicuan. Output kegiatan dilaporkan ke Puskesmas dan di dokumentasikan dalam laporan dan video pemicuan secara runtut. Pada tahun pertama dan kedua konsentrasi pemicuan adalah pada pilar satu tentang Stop BABS, hal ini seperti yang sudah disampaikan bahwa perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku sanitasi secara menyeluruh dengan target pemicuan di 10 lokasi. Untuk Tahun ketiga dan keempat ini pemicuan mulai memasuki pilar lainnya sesuai dengan hasil identifikasi dan penentuan prioritas masalah di lapangan, sehingga pilar pemicuan berbeda-beda untuk setiap kelompok. Target pemicuan dilakukan untuk 16 lokasi pemicuan.

DSCN4616Melalui pemicuan STBM yang dilakukan oleh mahasiswa di lapangan banyak hal dan pengalaman didapatkan oleh mahasiswa, antara lain tentang bagaimana merubah pola pikir dan perilaku dalam masyarakat dari "zona nyaman" menurut masyarakat menjadi pola pikir dan perilaku menuju hidup bersih dan sehat. Melalui proses pemicuan dapat dirubah pola pikir dalam masyarakat dari berharap adanya bantuan menjadi pola mandiri dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Mahasiswa yang sudah memperoleh praktik pemicuan dan saat ini bertugas di berbagai lokasi di wilayah Indonesia merasakan banyak sekali manfaat yang diperolehnya untuk diterapkan di lapangan pada kondisi dan fasilitas yang sangat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

Kegiatan pendampingan serta pelatihan kader juga dilakukan bersama antara Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Yogyakarta dan Puskesmas Sleman untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan kader sebelum melakukan pemicuan di masyarakat. Kegiatan pendampingan ini juga sebagai sarana untuk melakukan evaluasi jalannya kegiatan STBM di Puskesmas Sleman ini. Kegiatan ini terus dilakukan sampai semua lokasi bisa mencapai target pencapaian STBM yang telah ditetapkan. Hal ini juga dimaksudkan agar masyarakat benar-benar melakukan perubahan perilaku yang awalnya karena dipaksa dengan aturan menjadi sadar akan kebutuhannya untuk tetap hidup bersih dan sehat.

Pola pemberdayaan masyarakat dengan STBM di Puskesmas Sleman juga telah dikembangkan partisipasi masyarakat (anak-anak) dengan kegiatan Tanggap Bocah (TABO) yaitu melatih, mengajak dan menggerakkan anak-anak dari usia dini SD dalam upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan awal adalah mengenalkan anak-anak tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi tanda-tanda penyakit, cara penularan, vektor penular dan dampak penyakit. Kemudian kepada anak-anak diberikan penjelasan cara-cara melakukan pengendalian vektor dengan melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air. Dalam program kegiatan TABO ada komitmen warga, komitmen tersebut ada sanksi berupa denda kepada warga yang kedapatan ada jentik nyamuk di rumahnya dengan besaran denda yang disepakati pula per dusun. TABO memiliki program baik rutin maupun tahunan. Program rutin berupa pemeriksaan jentik berkala (PJB) di hari Minggu pagi sedangkan tahunan berupa refreshing TABO. Mekanisme pelaksanaan diserahkan pada tiap Dusun dengan dukungan dari Desa. Dalam pelaksanaan kegiatan PJB selalu melibatkan kader dewasa yang berusia remaja atau orang tua sebagai pendamping. TABO dengan keberhasilannya menurunkan ABJ sejatinya merupakan motor penggerak Keluarga dan motor penggerak masyarakat yang kehadirannya cukup penting dan bermanfaat.

Penulis: Naris Dyah Prasetyawati,SST,MSi ; Sigid Sudaryanto,SKM,MPd (Dosen Program Studi Diploma III Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

   

Comments