Integrasi ini bertujuan agar mahasiswa D3 Kesehatan Lingkungan semester V dapat menyusun rencana bisnis dan melakukan praktik menjual produk sanitasi sesuai pedoman kewirausahaan STBM dengan bobot 2 SKS. Pada D4 Kesehatan Lingkungan integrasi pada mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat semester VII dengan bobot 4 SKS, bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan pemicuan leptospirosis di masyarakat.
Cara integrasi di kewirausahaan diberikan teori umum, setelah ujian tengah semester dibagi 8 kelompok dengan anggota @5 orang untuk membuat rencana bisnis produk sanitasi kemudian dipersentasikan di kelas dilanjutkan dengan penempatan di wilayah kerja Puskesmas untuk praktik pemetaan, pembuatan produk sanitasi dan katalognya untuk promosi kelompok-individu. Hasil menunjukkan mahasiswa mampu mendapat laba dari penjualan pot sodiah anti nyamuk, cuci tangan pakai sabun di sekolah, celemek penjual ikan dan ayam di pasar, tas go green, biopori, dan masker.
Cara integrasi di pemberdayaan masyarakat, mahasiswa diberi teori umum kemudian diberi latihan menjadi fasilitator di kelas untuk menghitung durasi tiap langkah pemicuan. Proses pemicuan leptospirosis setelah perkenalan tim, dilakukan pengantar pertemuan dengan memaparkan prinsip STBM, kemudian pada pencairan suasana disepakati istilah leptospirosis dengan sakit flu tikus, tinja tikus, kencing tikus, tanda sakit lepto bila demam dan nyeri perut, ada tikus di rumah bila ditemukan salah satu tanda keberadaan tikus, ada resiko sakit bila mata pencaharian kontak dengan air dan jari kaki iritasi. Setelah pencairan suasana, pada alur kontaminasi disebarkan gambar tikus, urin tikus, tinja tikus, luka jari kaki, wajah cuci muka, air terkontaminasi, penderita leptospirosis. Peserta pemicuan diminta menghubungkan gambar-gambar sebagai alur kontaminasi sehingga disepakati air tercemar tikus penular leptospirosis dan perlu tindakan pemberantasan tikus.
Pada tahap FGD, menghitung kepadatan tikus setiap ekor beranak 5 tiap 40 hari sehingga dalam satu tahun akan berkembang menjadi 75.000 ekor tikus. Pada FGD takut sakit leptospirosis dilakukan demo minum air terkontaminasi tinja tikus. Akhir dari pemicuan diperoleh 5 kelompok tim pengurus pemberantasan tikus tiap dusun dengan kesepakatan tikus diberantas dengan perangkap berumpan kelapa bakar tiap perangkap untuk 5 m2 luas tanah dilakukan setiap 40 hari sekali @ 3 hari. Tikus yang terperangkap dimasukkan dalam air berisi chlor, setelah mati dikubur.
Pemicuan tahap pertama ini menghasilkan 8 tim, kemudian dipicu kembali di tingkat Puskesmas sehingga diperoleh pertambahan kesepakatan dan hasilnya diserahkan kepada Kepala Puskesmas untuk monitoring dan evaluasi. Akhirnya dapat diketahui bahwa STBM kewirausahaan dapat optimal mendapatkan laba bila melibatkan komponen STBM, yaitu kebutuhan, inabling, supply. Sedangkan pemicuan leptospirosis ditentukan oleh bantuan sebelumnya berupa racun tikus dan kaporit, tetapi hanya kaporit saja yang pantas dilanjutkan sedangkan racun tikus dikhawatirkan membawa efek samping yang tidak aman.
Penulis: Muryoto, SKM, M.Kes; Haryono, SKM, M.Kes; Dr. H. Heru Subaris Kasjono, SKM, M.Kes; Dr. Hj. Lucky Herawati, SKM, M.Sc; H. Purwanto, SST, M.Si; Naris Dyah Prasetyawati, SST, M.Si (Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)
Comments