Saya dipercaya menjadi tenaga kesehatan Nusantara Sehat gelombang 2 yang ditugaskan di Puskesmas Weluli, batas darat antara Indonesia dengan Negara RDTL (Republik Demokrat Timor Leste). Puskesmas Weluli melayani 9893 jiwa dan mencakup 6 desa yaitu Desa Dirun, Fulur, Kewar, Duarato, Maudemu dan Leowalu. STBM merupakan program unggulan di Kabupaten Belu terutama di Puskesmas Weluli. Puskesmas Weluli mendapat target 2 desa yang melakukan STBM yaitu Desa Dirun dan Duarato. Banyak cerita menarik yang kami alami dalam menerapkan STBM, mulai dari penjemputan tokoh masyarakat desa dengan mobil ambulans hingga pemicuan dengan sistem blusukan.
Pertemuan pertama dengan masyarakat dimulai bulan April tahun lalu. Sebelum pertemuan, kami bersurat kepada dua kepala desa bahwa akan diadakan pertemuan STBM dengan tokoh masyarakat untuk mengetahui jumlah KK yang tidak memiliki jamban. Kami, sanitarian, dan Kepala Puskesmas sudah bersiap-siap dari pukul 8 pagi, namun hingga pukul 10 masyarakat tidak muncul. Jangankan masyarakat, Bapak Desa sendiri tidak hadir dan tidak menggabarkan kepada staf desa akan ada kegiatan pertemuan di Desa Dirun.
Pertemuan dilakukan di balai Dusun Bosoklolo yang bersebelahan dengan rumah bapak Kamilus, Kepala Dusun Bosoklolo. Bapak Kepala Dusun kemudian memanggil dan menggumpulkan masyarakat, sementara Kepala Puskesmas memutuskan menggunakan mobil ambulan untuk menjemput warga yang rumahnya jauh dari balai dusun. Ternyata, menggumpulkan masyarakat tidak semudah yang kami bayangkan, mereka akan datang jika merasa ada keuntungan untuk mereka. Meskipun terlambat dan tidak sesuai undangan, pertemuan tersebut menghasilkan rencana tindak lanjut yang disepakati bersama masyarakat. Sementara pertemuan awal dengan masyarakat Desa Duarato di hari berikutnya berjalan sesuai rencana.
Sebelumnya jujur untuk STBM saya tidak menggunakan sistem pemicuan yang dulu dilakukan saat kuliah yang dimana harus ada masyarakat lalu kita picu satu satu dan menayakan kendala mereka. Namun dilihat dari pertemuan awal untuk mengumpulkan masyarakat dengan tingkat kesibukan mereka yang lebih tinggi dari saya sebagai staf biasa di puskesmas, saya mengambil cara pemicuan dengan sistem blusukan yaitu dengan menggunjugi rumah-rumah mereka bersama kader. Ternyata cara seperti ini lebih ampuh untuk membuat mereka cepat sadar tentang pentingnya memiliki jamban. Blusukan ini, saya lakukan bersama mak kader Selestina atau mak Pong Desa Duarato dan Mak Asin agar warga mau berubah perilaku dari buang air besar sembarang menjadi buang air besar di jamban. Saya lebih fokus di Desa Duarato, bukan karena wilayahnya yang kecil, hanya memiliki 2 dusun dengan jumlah KK 109 , tetapi karena masyarakatnya lebih mudah diajak untuk berubah dan karena Kepala desanya, Bapak Gregorius, yang baru menjabat, memiliki komitmen kuat dan semangat baru untuk membuat desanya menjadi desa STBM.
Masyarakat desa Duarato terlibat aktif dalam kegiatan STBM, mulai dari kegiatan pagi sejam bersih bersih, menggali lubang pembuatan jamban, hingga membuat kloset sederhana. Tidak hanya bapak-bapak, para ibu juga sangat aktif berpartisipasi. Untuk memastikan kualitas jamban yang dibuat masyarakat, dibentuklah tim verifikasi desa yang ditetapkan dengan sebuah surat keputusan (SK). Ternyata, pembuatan SK merupakan hal baru bagi desa ini karena selama ini desa belum pernah membuat SK. Setelah adanya SK, dilakukan verifikasi tingkat desa tanggal 30 dan 31 Agustus 2016 di dua dusun. Saat verifikasi ke desa bersama tim kecamatan, kami menermukan bahwa masih ada juga kotoran manusia yang berserakan meskipun masyarakat sudah memiliki jamban. Bapak Kepala desa kemudian menegur keras warganya untuk buang air besar sembarang.
Setelah beberapa bulan kemudia hasil verifikasi saya laporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten untuk ditindak lanjuti untuk proses Deklarasi, sebelum proses deklarasi nanti masyarakat desa kerja berat untuk menertibkan prilaku warga dan sebelum itu juga tindak lanjut dari orang Dinas Kabupaten yaitu mengecek kembali hasil verifikasi yang sudah dilakukan. Ada cerita lucu yang sampai sekarang membuat saya geli, namun itu juga keteledoran saat mengecek jamban masyarkat kemarin, yang buat saya geli dan juga malu saat itu tim Pokja Kabupeten turun ke desa untuk mengecek langsung apakah desa Duarato ini benar-benar ingin membuat desanya sebagai Desa ODF STBM, nah saat itu saya bersama tim pokja mengunjungi salah satu rumah warnga dan mengecek jamban nya, untuk kondisi jamban sudah dibilang memenuhi syarat yaitu dengan menggunakan jamban closet leher angsa, lantai kedap air, sumber air, gayung yang bersih, sabun serta pencahayaan yang baik, namun saat melihat sistem pembuangan yang digunakan membuat saya kaget yang dimana pembuangan dari jamban tersebut dibangun pas diujung tebing, septic tank yang dibuat apabia terlihat dengan mata dengan posisi dari samping tidak ada masalah namun yang menjadi masalah yaitu bagian bawah dari septic tank tersebut sengaja diberi lubang agar kotoran yang dari jamban langsung terjun atau kebuang ke jurang, sontan saya kaget dan malu karena yang melihat keadaan tersebut adalah orang pokja kabupaten, dengan cara halus agak kesal saya menghampiri pemilik rumah untuk segera memperbaiki kondisi septick tank yang digunakan dan berjanji dua minggu kemudian saya datang mengecek kembali keadaan septick tank yang sudah diperbaiki. Sebenarnya deklarasi desa ODF sudah dijadwalkan tanggal 24 Februari 2017, namun dibatalkan karena kondisi cuaca yang tidak bersahabat dan pihak kabupaten yang mau memverifikasi kembali. Semoga desa ini segera dapat ODF.
Penulis: Dwi Rizki Kardina, peserta Program Nusantara Sehat Gelombang 2, Alumni Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Comments