STUNTING; Dalam Kacamata Kesehatan Lingkungan

IMG_2242STUNTING, saat ini menjadi salah satu topik panas dalam perbincangan di dunia kesehatan. Sebagai salah satu masalah gizi, stunting diketahui menjadi ancaman terbesar bagi kualitas hidup manusia di masa mendatang. Tidak hanya urusan tinggi badan, stuting menjadi penting untuk diberantas karena terkait dengan hambatan pertumbuhan otak anak, penurunan kualitas belajar hingga penurunan produktivitas di usia dewasa, dan ancaman terhadap peningkatan penyakit tidak menular (obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, dsb).

Stunting didefiniskan sebagai istilah untuk anak yang secara antropometri lebih pendek dari rata-rata tinggi badan normal anak-anak seusianya (secara tegas dalam standar WHO 2005 disebutkan bila berada dibawah -2 Zscore untuk stunted/pendek dan dibawah -3 Zscore untuk severe stunted/sangat pendek).

Perlu digarisbawahi,  hingga saat ini masih banyak orang tua yang tidak menyadari masalah stunting pada anak,  karena seorang anak yang stunting umumnya tidak terlihat seperti anak yang bermasalah, dan hal ini seperti dianggap umum di kalangan orang awam, “ bila dari orang tua yang pendek maka wajar bila anak-anaknya juga pendek”. 1 dari 3 balita di Indonesia atau 37,2% nya mengalamo stunting, dan hal inilah yang menjadi tantangan besar tidak hanya bagi Pemerintah namun juga semua sektor yang terkait (Riskesdas 2013).

Seperti halnya masalah kurang gizi lainnya, bahwa secara langsung stunting memang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang cukup serta ancaman penyakit infeksi yang berulang dimana hal tersebutlah yang saling mempengaruhi. Namun bila dilihat lebih dalam bahwa dua penyebab langsung ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana pola asuh ibu, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, hingga sanitasi di lingkungan mereka.

baganMengaitkan isu stunting dan kesehatan lingkungan, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kontribusi penyehatan lingkungan terhadap pengentasan masalah stunting cukup besar, salah satunya penelitian tentang anak-anak di Bangladesh yang terakses air minum bersih, jamban, serta fasilitas CTPS pertumbuhan tinggi badannya 50% bertambah lebih tinggi dibanding anak yang tidak mendapat akses tersebut (Lin A, et al. dalam Environmental Health Perspectives ; vol 122)

Dalam sebuah jurnal juga disebutkan bahwa hygiene dan sanitasi yang buruk menyebabkan gangguan inflamasi usus kecil yang mengurangi penyerapan zat gizi dan meningkatkan permeabilitas usus yang disebut juga Environmental Enteropathy (EE) dimana terjadi pengalihan energi, dimana seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi akhirnya digunakan untuk melawan infeksi dalam tubuh. (EHP vol.122)

“the more stunted the child, the more likely it is that the brain, kidneys, and other organ system will be affected” – Reynaldo Martorell – 

“dietary improvements are importan but not sufficient; if we really want to eliminate stunting, we need to do more” – Jean Humprey, John Hopkins Bloomberg School of Public Health –

Saat ini berdasarkan beberapa survey yang dilakukan, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia masih cukup tinggi. Sekitar 24% masyarakat masih BAB di tempat terbuka dan 14% diantaranya tidak memiliki akses ke sumber air bersih (JMP, 2013) ; padahal ketika anak-anak tumbuh di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, maka risiko mereka terkena penyakit menjadi lebih besar dan kemungkinan berulang juga tinggi, inilah yang menjadi salah satu penyebab terhambatnya pertumbuhan mereka.

bagan 2 Bila dilihat lebih jauh, melalui pemetaan yang dilakukan terhadap wilayah  di seluruh Indonesia dengan melihat wilayah dengan prevalensi stunting dan persentase keluarga yang tidak memiliki akses jamban sehat, terlihat bahwa memang wilayah dengan prevalensi stunting yang tinggi juga merupakan wilayah yang persen keluarga tidak memiliki akses jamban sehatnya tinggi. Artinya, kepemilikan jamban sebagai salah satu akses untuk pencapaian kesehatan lingkungan memiliki peran yang penting dalam upaya penanggulangan stunting.

Melalui program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang merupakan sebuah pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Lima upaya pemicuan yang dilakukan untuk perubahan perilaku masyarakat yaitu 1) stop buang air besar sembarangan; 2) cuci tangan pakai sabun; 3) pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga ; pengamanan sampah rumah tangga; dan 5) pengamanan limbah cair rumah tangga. Adapula kampanye pengenalan PHBS (perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada masyarakat yang beberapa diantaranya terkait sanitasi yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di air bersih yang mengalir, menggunakan jamban sehat, serta penggunaan air bersih untuk minum, dan banyak lagi upaya terkait kesehatan lingkungan lainnya.

Mencermati hal tersebut, sebagai salah satu upaya integrasi untuk percepatan perbaikan gizi melalui penanggulangan stunting, saat ini telah dimulai integrasi pelatihan STBM-Stunting melalui Poltekkes seluruh Indonesia dengan sasaran para pendidik (dosen Jurusan Gizi dan Jurusan Kesehatan Lingkungan), kedepan nya akan dilatihkan juga kepada petugas kesehatan terkait gizi dan kesehatan lingkungan dengan harapan melalui gerakan integrasi ini, maka kontribusi yang diberikan untuk penanggulangan stunting dapat lebih efektif dan efisien dengan daya ungkit yang tinggi.

Pertanyannya sekarang, apakah upaya pola integrasi lainnya juga dapat dilakukan di semua sektor? misalnya bila bicara tentang penggunaan air bersih atau cuci tangan dengan sabun di air mengalir, bagaimana bisa dilakukan bila air bersih masih sulit dijumpai di beberapa wilayah? ini menjadi tantangan besar untuk semua pihak, dan koordinasi seluruh stakeholder terkait di semua level dari pusat hingga kabupaten bahkan masyarakat secara langsung akan sangat menentukan terhadap keberhasilan menjawan tantangan ini.

 Jadi, sudah saatnya yang masih bekerja dengan sangat baik tetapi masih sendiri-sendiri mulai meningkatkan kolaborasinya sehingga tujuan pemberantasan stunting dari berbagai sisi dapat terwujud untuk perbaikan generasi ke depan.

Penulis : Yuni Z (Direktorat Gizi) // Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)

Comments