Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular, Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun. Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019)
Keadaan sanitasi dan higiene, khususnya kebiasaan buang air besar dan cuci tangan pakai sabun, telah terbukti secara meyakinkan berpengaruh terhadap stanting., Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stanting keluarga dengan kondisi sanitasi memadai (menggunakan jamban sehat) sebesar 23,9%, sedangkan untuk keluarga dengan kondisi sanitasi buruk (tidak menggunakan jamban atau menggunakan jamban tidak sehat) sebesar 35,5%. Dari sisi perilaku pengolahan air di rumah tangga, prevalensi stanting keluarga yang menggunakan air diolah sebesar 27,3% sedangkan keluarga yang menggunakan air tidak diolah sebesar 38,0%.
Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilansir Menteri Kesehatan menunjukkan prevalensi "stunting" anak Balita di Sulawesi Barat mencapai 48 persen "Posisi ini kedua yang tertinggi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk memberikan perhatian khusus untuk mengantipasi, Kabupaten majene sendiri paling tinggi se Sulawesi barat angka mencapai 50 % sudah terjadi penurunan angka stanting yang semula mencapai 54 % trendnya dari tahun ketahun terjadi penurunan, sementara itu Kabupaten Polewali Mandar mencapai 48.48 %, dan Kabupaten Mamuju mencapai 47,26 %.
Dengan adanya Program Kesehatan dan Gizi Berbasis masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat terjadi penurunan angka stanting dari tahun ketahun dengan melakukan beberapa pendekatan salah satunya adalah pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan target semua desa Intervensi PKGBM MCA-Indonesia harus ODF (Open Defecation Free) atau Stop Buang air besar sembarangan (SBS) dimana jumlah desa yang di intervensi sebanyak 66 Desa yang terbagi pada beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Mamuju 26 desa, Kabupaten Majene 18 desa dan Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 22 Desa.
Selain kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) telah dilakukan pelatihan/OJT PMBA bagi kader dan bidan di setiap wilayah kerja Puskesmas di 3 Kabupaten intervensi (Mamuju, Majene, Polewali Mandar) Adapun tujuan dari pelaksanaan OJT PMBA ini adalah
- Meningkatkan pengetahuan calon fasilitator tentang Pemberian Makanan Bayi dan Anak
- Meningkatkan kemampuan calon fasilitator dalam melakukan fasilitasi konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak
- Meningkatkan kemampuan calon fasilitator dalam mengelola Pelatihan Konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak.
Pemberian makanan Bayi dan Anak sesuai standar emas yaitu Inisiasi Menyusui Dini (IMD), ASI Eksklusif, MP-ASI, dan ASI sampai dengan umur anak 2 tahun atau lebih masih menjadi tantangan di Indonesia utamanya di Provinsi Sulawesi Barat, Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup banyak anak yang menderita kurang gizi. Fenomena “gagal tumbuh” atau growth faltering pada anak Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan tambahan dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan gizi memberi kontribusi 2/3 kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini. (WHO/UNICEF 2003).
Oleh : Andi Irfanji,SKM,M.Kes (Konsultan Kesehatan PKGBM Prov.Sulbar)//Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments