Walaupun pada awalnya saya bukan merupakan utusan desa untuk mengikuti pelatihan pembuatan sabun herbal yang difasiliasi oleh CD Bethesda di kabupaten SBD. Namun karena mendapat informasi dari Ibu Henny tentang sabun herbal yang bisa dibuat dengan bahan lokal dan untuk kelas rumah tangga, maka saya meminta kepada CD Bethesda untuk memberikan pendampingan pembuatan sabun herbal. Pada saat membuat sabun, belum ada rencana untuk dipergunakan menangani kasus penyakit kulit. Tetapi baru melihat ada potensi daun sirih yang mengandung bahan anti septic untuk membunuh kuman. Awalnya hanya menggunakan bahan daun sirih, daun mimba dan pewarna dari kunyit.
Kemudian dalam perjalanan terpikirkan oeh kami untuk menggunakan bahan – bahan lokal lainnya yang bisa dipergunakan leluhur kami untk mennangani kasus gatal-gatal, kurap dan panu. Contoh tanaman lokal rokorawong (bahasa sumba barat daya)/ daun ketepeng kebo (bahasa Jawa) yang biasa dipakai nenek moyang untuk obat gatal dan panu maka dibuatlah ramuan tersebut. Kemudian diujicobakan pada konsumen dengan kasus gatal, eksim, panu, kutu rambut, ketombe dan jerawat ternyata dapat menyembuhkan. Namun untuk menyatukan antara air dan minyak maka dibutuhkan bahan kimia berupa soda api. Di Sumba sendiri belum ada yang menjual soda api sehingga kami bekerjasama dengan sopir yang sering mengantar barang ke Bali untuk membelikan 20 Kg soda api. Kini ada salah seorang konsumen yang telah merasakan manfaat dari sabun herbal, dan bersedia membantu membelikan soda api dari Mataram karena dia sering ke Mataram.
Cara membuat sabun herbal sangat mudah dan dalam waktu yang tidak terlalu lama sekitar 1-2 jam sudah bisa diperoleh hasilnya. Tinggal proses pengeringan dengan cara dianginkan selama satu malam maka sabun herbal sudah bisa dikemas dan dijualkan. Selama ini kami membuat sabun herbal berdasarkan ada pesanan dari onsumen. Belum dikerjkan secara rutin atau harian. Pernah ada yang memesan sabun herbal hingga 500 buah dan membutuhkan minyak gooreng hingga 20 liter. Tapi sebulan minimal kami membuat sabun herbal 2 kali, selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga juga untuk melayani tetangga sekitarnya yang membutuhkan sabun herbal.
Bahan lokal yang dipergunakan semuanya ada di desa kami antara lain: daun sirih, daun mimba, daun ketepeng kebo/rokorawong, juga bahan pewarna seperti kunyit yang juga punya manfaat sebagai antibiotik. Untuk pengharum, kami menggunakan daun sop dan daun kencur. Untuk bahan minyak goreng menggunakan bimoli yang dalam jumlah cukup banyak yaitu 245 gram / hampir ½ liter. untuk 1 adonan dan dapat menghasilkan 10-15 buah sabun herbal. Sebenarnya kalau ada kelompok yang mau membuat minyak gooreng dari kelapa, ini sangat bagus karena karena minyak kelapa lebih sedap dibanndingkan minyak kelapa sawit. Namun hingga saat kini belum ada kelompok yang bersedia menyetor minyak kelapa untuk kebutuhan pembuatan sabun herbal.
Konsumen yang menggunakan sabun herbal berasala dari Desa Mangganipi, desa tetangga di Sumba Barat Daya, kabupaten lainnya seperti Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur, Nagekeo, Mataram, bahkan hingga ke Surabaya. Kelompok pengguna sabun herbal dari anak-anak, aparat pemerintah desa, guru, masyarakat, penjual warung kelontongan, PNS, sopir, pengusaha, wiraswasta, dll.
Manfaat produksi sabun herbal yang dirasakan adalah ada peningkatn ekonomi rumah tangga terutama untuk pemenuhan kebutuhan uang makan anak yang sedang kuliah di yogya. Juga ketersediaan sabun untuk rumah tangga selalu ada dan tidak membeli sabun mandi dari toko.
Harapan kami kiranya ketrampilan ini jangan berhenti pada saya tapi bisa dikembangkan pada wilayah lainnya. Selama ini saya sudah mempraktekan bersama kader dari desa Kendu Wela, Desa Merekehe dan desa waiholo. Bahkan juga melatih pendeta dan majelis GKS Walandimu di Kecamatan Kodi Bangedo. Ke depan saya akan melatih juga pada kelompok wanita tani mengingat saya juga aktif di kelompok tani. Tentunya bisa sinergi de ngan kelompok tani untuk budi daya bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan sabun herbal. Sedangkan untuk kelompok PKK desa, sangat tergantung pada kemauan pemerintah desa untuk menangkap peluang yang ada dan mendorong untuk terbengunnya system kerjasama yang menguntungkan banyak pihak.
Usaha sabun herbal yang kami lakukan juga sudah diketahui oleh pemerintah kabupaten SBD dan pernah ada wawancara dari bagian humas, sekda SBD terkait usaha sabun herbal yang kami kembangkan. Bahkan saya mengundang konsumen yang sudah merasakan manfaat bagi penyakit kulit untuk diwawancarai langsung oleh Humas, Sekda SBD dan ambil foto langsung. Namun hingga kini saya belum tahu hasil wawancara tersebut dan bagaimana dukungan pemerintah kabupaten untuk pengembangan usaha ini.
Pengalaman menggunakan sabun herbal
Salah satu konsumen sabun herbal, Titi Dwi Jayanti yang tinggal Kampung Bungga, dusun II desa Mangganipi, menceritakan kesannya dalam menggunakan sabun herbal berikut ini: “Sebenarnya sudah sejak 11 bulan yang lalu saya mengetahui bahwa mama tian membuat sabun herbal. Tapi baru 6 bulan terakhir saya menggunakan sabun herbal untuk kebutuhan kesehatan keluarga hingga saat kini. Berawal dari ada keluhan keputihan yang berlebihan setelah menggunakan alat kontrasepsi. Saya sudah periksa ke dokter di puskesmas dan mendapatkan obat untu penyembuhan keputihan. Tapi kemudian saya mencoba untuk pakai sabun herbal, ternyata hasil yang saya rasakan adalah dapat menyembuhkan keputihan. Selain itu suami juga sebagai seorang sopir sering gatal-gatal akibat keringat di badan bahkan di daerah selangkangan, kemudian menggunakan sbun herbal dan kini sudah sembuh, termasuk anak yang sering gatal-gatal akibat keringat juga menjadi sembuh.
Hingga kini kami sekeluarga menggunakan sabun herbal. Kami selalu beli lebih dari 1 buah sehingga belum pernah kehabisan sabun herbal jikalau membutuhkan. Berawal dari keluhan keputihan yang berlebihan setelah menggunakan alat kontrasepsi, sudah periksa ke dokter di puskesmas. Kemudian mencoba pakai sabun herbal ternyata dapat menyembuhkan keputihan. Selain itu suami juga sebagai seorang sopir sering gatal-gatal akibat keringat di badan bahkan di daerah selangkangan, kemudian menggunakan sbun herbal dan kini sudah sembuh. Termasuk anak yang sering gatal-gatal akibat keringat juga menjadi sembuh. Hingga kini kami sekeluarga menggunakan sabun herbal untuk menjaga kesehatan keluarga. Kami selalu beli lebih dari 1 buah sehingga belum pernah kehabisan sabun herbal jikalau membutuhkan.
Selain itu kami juga melakukan promosi pada anggota keluarga dan tetangga sekitar kampung. Kini tetangga juga sudah menggunakan sabun herbal yang diproduksi oleh mama tian. Dari aspek harga hanya 3.000/biji atau lebih murah dari sabun yang dijual di took harganya Rp 3.500/biji. Terkadang dibeli 4-5 biji hanya dengan uang 10.000 karena mama tian tahu keadaan ekonomi kami dan sebagai keluarga sendiri. Suami juga membawa sabun tersebut hingga ke mataram dan bali ketika sedang menyopir ke wilayah bali.
Sekarang kami jarang kontrol ke Puskesmas sekalipun punya kartu jamkesmas karena sudah tidak ada keluhan keputihan lagi. Sedangkan meski suami dan anak pertama memiliki kartu BPJS, juga tidak ada keluhan gatal-gatal lagi. Kami berharap bisa menjual sabun herbal tersebut melalui warung kelontong di rumah.”
Penulis : Henny Pesik//Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments