Ibu Wiyati W. S. selaku Bendahara kelompok usaha closet, Desa Matawai Kajawi, kecamatan Umbu Raatu Nggay Barat, Sumba Tengah, yang mengkoordinir pengusaha lokal pembuat kloset.
“Sebelum STBM, sudah pernah ada kegiatan sanitasi yang dilakukan oleh Ibu-Ibu PKK. Namun sulit untuk dikembangkan oleh setiap rumah tangga. Tahun 80 an sudah pernah mengikuti training pembuatan closet bekerjasama dengan gereja. Tetapi tidak berkembang dengan baik karena tidak ada dukungan kebijakan. Tetapi sekarang setelah ada STBM dan pelatihan pembuatan kloset, rumah tangga semangat untuk memperbaiki sanitasinya. Bahkan sekarang hasil kelompok usaha kloset dimanfaatkan oleh masyarakat dari desa lain, kecamatan lain seperti Kecamatan Katikutana dan Umbu Ratu Nggay.
Berbeda dengan sekarang setelah ada STBM, ada dukungan kebijakan dari pemerintah bahwa setiap desa harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan closet. Tujuannya untuk peningkatan tangga sanitasi di masyarakat. Sebelumnya kami beli kloset di toko merdeka di Waikabubak dengan harga lebih mahal dari yang diproduksi sendiri. Untuk kebutuhan cat, pernah kerjasama dengan toko Merdeka Waikabubak untuk pengadaan cat upox. Harga jual closet di kelompok @ rp 100.000/biji (pembeli datang ambil closet di kelompok).
Permintaan masyarakat pada saat ini masih lebih banyak yang jenis cemplung karena keterbatasan air di Sumba Tengah. Namun untuk produksi dalam jumlah besara masih ada kendala keterbatasan mal. Sehingga kami pinjam mal dari desa Umbu Jodu sebanyak 3 unit. Pemerintah desa sudah menganggarkan dana untuk pengadaan mal, semen dan cat. Namun masih menunggu pencairan dana desa tahap kedua.
Tanggapan masyarakat bahwa kloset yang diproduksi kami sendiri lebih tebal dan lebih kuat. Bahkan bila dibanting ke tanah tidak mudah pecah. Berbeda dengan kloset yang dari toko, kami harus membawa dengan hati-hati dan memberikan alas agar tidak pecah ketika dalam perjalanan dari took ke rumah. Sedangkan kloset buatan kelompok, masyarakat tidak perlu memberi alas ketika dimuat di atas mobil dalam perjalanan menuju ke rumah.
Harapan kami, keberadaan kelompok closet tidak hanya terbatas dalam produksi saja. Tetapi juga dapat memotivasi masyarakat dan melakukan promosi tentang hidup bersih serta promosi produk ke desa-desa lain maupun ke sekolah-sekolah. Dalam musrenbangdes, (produk kami) sudah diusulkan kegiatan lomba rumah sehat pada tahun 2016.”
Kisah-kisah nyata perempuan pengusaha sanitasi di atas membuktikan bahwa sesungguhnya pekerjaan usaha sanitasi bisa dilakukan oleh perempuan lain yang dapat meningkatkan ekonomi keluarga, selain juga meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Bagaimana Dukungan Kebijakan Untuk Pengembangan Sanitasi Marketing?
Di Sumba Barat Daya sudah sangat jelas tertuang dalam Peraturan Bupati nomor 2 tahun 2016 tentang Pedoman Pengeloln Keuangan Desa yang dijadikan sebagai Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Dana Desa (DD) yang akan dijadikan acuan bagi para Kepala Desa dalam membuat Rencana Anggaran Belanja Desa dan aisitensi oleh camat serta BPMPD.
Berikut dikutipkan beberapa point yang dapat mendukung pengembangan sanitasi marketing dan perilaku hidup bersih sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 24 dan pasal 25 terkait Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 24 ; Prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain:
a.peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan;
b.dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya;
c.pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre);
d.promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakan hidup bersih dan sehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes, Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi di Desa; dst
e.Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa.
Pasal 25 ; Perencanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan tipologi desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, yaitu:
1. Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, mengutamakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada membuka lapangan kerja dan atau usaha baru, serta bantuan penyiapan infrastruktur bagi terselenggaranya kerja dan usaha warga atau masyarakat baik dari proses produksi sampai pemasaran produk, serta pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat desa;
Penulis : Henny Pesik//Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments