Pada Bulan April lalu, 6 orang siswa kelas V dan kelas VI SDN 2 Ella Hilir, Melawi, Kalimantan Barat sedang asik terlibat dalam diskusi Pengolahan Air Minum (PAM). Diskusi tersebut dipandu oleh tim fasilitator dari Wahana Visi Indonesia untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam mengolah dan mengonsumsi air minum. Anak-anak SD Ella Hilir tersebut nampak antusias ketika menceritakan pengalaman dan kebiasaan mereka dalam mengonsumsi air minum.
Sumber air yang mereka gunakan untuk air minum berasal dari air sungai dan air sumur. Dalam kegiatan tersebut, salah satu anak bercerita bahwa keluarga mereka di rumah mengonsumsi air minum yang berasal dari air galon isi ulang. Air galon tersebut mereka beli dari mobil keliling dengan cara menukar galon yang sudah kosong.
Menurut anak-anak, air sungai dan air sumur yang mereka minum sudah diolah dengan cara direbus. Bahkan, anak-anak bisa merebus sendiri air untuk mereka komsumsi. Mereka tahu cara merebus air karena pernah melihat ibu mereka merebus air. Cara anak-anak mengetahui apakah air sudah mendidih adalah dengan mengecek adanya ‘balon-balon air yang loncat-loncat’ di dalam panci atau mendengar suara ceret berbunyi seperti peluit. Dalam diskusi tersebut, ada juga anak yang minum air mentah tanpa diolah terlebih dahulu karena hal tersebut sudah merupakan kebiasaan di rumah mereka. Bila dia ingin minum susu, barulah air tersebut direbus untuk membuat susu.
Salah satu anak bercerita bahwa dia pernah melihat neneknya sakit perut dan diare setelah meminum air sungai tanpa dimasak. Dari diskusi tersebut terlihat bahwa nampaknya belum semua anak mengetahui akibat minum air tanpa dimasak atau diolah dan apa saja cara untuk mengolah air minum. Ketika anak-anak diberi kesempatan untuk mencoba melakukan pengolahan air minum, anak-anak nampak makin antusias. Bahkan, teman-teman sekolah mereka berdatangan untuk melihat proses pengolahan air minum tersebut.
Anak-anak mencoba mengolah air minum dengan metode flokulasi/penggumpalan, yaitu dengan menggunakan bubuk PUR yang diproduksi oleh Procter & Gamble (P&G). Kegiatan tersebut sekaligus merupakan uji coba media komunikasi berupa poster petunjuk pengolahan air minum dengan bubuk PUR. Anak-anak diberi poster serta alat dan bahan yang diperlukan. Selanjutnya, anak-anak mencoba mengolah air minum hanya berdasarkan petunjuk yang mereka pahami dari mempelajari poster dan tanpa ada petunjuk apa pun dari fasilitator. Setelah selesai melakukan uji coba, fasilitator mengajak anak-anak berdiskusi untuk mengetahui tanggapan mereka ketika mencoba mengolah air minum dengan bubuk PUR dan supaya anak-anak memberi masukan terhadap poster. Masukan dari anak-anak berguna untuk mengetahui penerimaan anak-anak terhadap metode pengolahan air minum menggunakan PUR dan dapat memperbaiki poster tersebut supaya menjadi lebih mudah dipahami oleh anak-anak dan masyarakat.
Anak-anak mengaku tertarik untuk belajar cara-cara mengolah air minum. Anak-anak mengusulkan supaya guru bisa membantu mereka untuk mempelajarinya. Para guru merespons dengan baik usulan dari anak-anak tersebut. Mereka bersedia untuk belajar pengolahan air minum terlebih dahulu dan kemudian siap membantu anak-anak belajar. Bahkan, kepala sekolah dan para guru sepakat untuk menyediakan waktu khusus di hari Sabtu karena kegiatan belajar mengajar di hari Sabtu cukup luang. Anak-anak ingin menyampaikan informasi tentang pengolahan air minum kepada anak-anak yang lain supaya makin banyak anak yang mengetahuinya. “(Itu) Bisa menjadi pesan berantai…biar (kita) tahu sama-sama,” kata Aldri (kelas V SD).
Penulis : C. Vita Aristyanita (Wahana Visi Indonesia)//Editor: UT (Sekretariat STBM Nasional)
Comments