Air Hidup Versus Air Mati

Peserta lokakarya PAM RT meminum bersama air hasil pengolahan berbagai metode pengolahan yang sesuai dengan PAM RTKabupaten Melawi berada di Provinsi Kalimantan Barat dan pastinya air sangat melimpah di Melawi karena di lewati oleh banyak sungai. Ironisnya, bukan perkara gampang untuk  mendapatkan air bersih di Kabupaten Melawi. Kondisi air yang ada sering kali bercampur dengan lumpur.  Mata air hanya ada di beberapa tempat dan belum dikelola dengan baik sehingga dalam perjalanannya sampai ke rumah belum aman. Padahal kebiasaan masyarakat adalah mengonsumsi air yang belum diolah, yang sering disebut dengan ”air hidup”. Kebiasaan ini sudah dilakukan secara turun-temurun. Bahkan, anak-anak kecil pun meminum air hidup ini sehari-hari. Menurut mereka, air yang sudah dioleh, misalnya sudah direbus, adalah air mati. Rasa airnya menjadi tidak enak untuk diminum karena sudah tidak segar lagi. Mereka hanya akan merebus air jika ingin membuat teh dan kopi.

Melihat kondisi ini, Wahana Visi Indonesia (WVI) kantor operasional Kabupaten Melawi menginisasi adanya upaya pengolahan air minum. Selaras dengan program STBM yang sedang dilaksanakan di Melawi, pengolahan air minum merupakan bagian dari implementasi Pilar 3 STBM yaitu Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga. Hal ini disambut baik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Melawi, sehingga diadakanlah lokakarya tentang Pengelolaan Air Minum di Kabupaten Melawi pada bulan April 2017 lalu yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan termasuk kepala-kepala desa. Hal ini untuk mengawali gerakan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya mengolah air minum dan menyediakan air minum sehat di rumah tangga. Dengan adanya penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pengolahan air minum diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan diare.

Metode pengolahan yang diperkenalkan di dalam lokakarya ini selain merebus yang benar adalah metode penyaringan dengan saringan keramik, metode klorinasi dengan tablet klorin, metode penyinaran UV matahari dengan SODIS, dan metode penjernihan dan penggumpalan dengan bubuk PUR. Demonstrasi pengolahan air minum dengan bubuk PUR adalah salah satu yang paling menarik perhatian. Metode ini menggunakan air sungai yang sangat keruh dan warnanya coklat. Setelah bubuk penjernih PUR dimasukkan ke dalam ember berisi 10 liter air sungai, dilakukan pengadukan selama 5 menit dan kemudian didiamkan selama 5 menit. Peserta merasa takjub dengan perubahan warna air yang menjadi sangat jernih dan terlihat ada gumpalan-gumpalan kotoran di dasar wadah. Menurut mereka, proses ini terlihat seperti sulap. Dan mereka sangat tertarik karena air sungai di desa kebanyakan memang sangat keruh, apalagi di lokasi-lokasi tertentu yang sering terjadi banjir manakala hujan sangat lebat. Metode ini menimbulkan ketertarikan sendiri.  Seperti yang diungkapkan Bapak Kepala Desa Sungai Pinang, ”Di mana bubuk ini bisa dibeli? Bisakah saya dapatkan, supaya saya praktikkan di desa saya.”

Semua peserta memberikan respons yang positif untuk semua metode dan teknologi yang dijelaskan. Mereka bahkan tidak ragu-ragu untuk meminum air olahan tersebut. Semua air dicicipi dan dicoba dibanding-bandingkan rasanya setelah diolah. Bahkan, mereka nampak tertarik untuk menggunakannya.

Tetapi apakah program ini akan disambut baik oleh masyarakat? Hal ini masih menjadi pertanyaan mengingat bukanlah hal mudah untuk mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan secara lama dan turun temurun. Untuk melihat bagaimana penerimaan masyarakat terhadap program ini maka staf WVI mengunjungi salah satu desa, yaitu Desa Sungai Pinang. Aparat desa menceritakan kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi air minum. Menurut aparat desa, masyarakat memang tidak mengolah air minum, kecuali jika ada tamu dari luar maka mereka akan memberikan air yang sudah diolah. Yang menjadi alasan mengapa mereka tidak mengolah selain karena menurut mereka rasanya tidak segar, ternyata mereka juga tidak memahami untuk apa air harus diolah. Ini menjadi peluang yang dapat digunakan untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pengolahan air.

Penulis : Hotmianida Rosdelina Panjaitan & Vita Aristyanita dan Mita Sirait (Wahana Visi Indonesia) // Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)    

Comments