Sensasi Air Kendi Pada Saringan Keramik

1Bulan Juni tahun 2012 lalu, setelah menempuh jalan yang rusak dan berdebu, sampailah kami di Desa Wanasari, Kab. Karawang, Jawa Barat. Wanasari adalah sebuah desa sederhana di Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, terletak tidak jauh dari pintu tol Karawang Barat. Desa ini bisa dicapai dalam beberapa menit dari gerbang tol. Tapi dengan kondisi jalan yang rusak berat saat itu, diperlukan waktu sampai setengah jam dengan resiko ban mobil jebol karena kandas di dalam kubangan.

Bertempat di desa inilah, ulang tahun Yayasan Tirta Indonesia Mandiri yang ketiga diperingati secara sederhana dengan membagikan saringan keramik Tirta Cupumanik (TCM) kepada warga masyarakat setempat, yang juga merupakan pelanggan air minum yang paling rajin membayar rekening air, yang dikelola Yayasan Ekamitra. Hilang sudah rasa lelah dan haus setelah meneguk segelas air hasil saringan keramik TCM, yang menurut beberapa teman segarnya sesegar air kendi.

Rasa segar air kendi memang sensasi yang sudah jarang kita alami saat ini, dimana hampir semua orang mengggunakan air kemasan untuk memenuhi kebutuhan akan air minum. Hari gini, siapa yang tidak minum air kemasan? Semua orang mengonsumsinya, mulai dari tukang becak dan sopir taksi sampai direksi perusahaan dan pejabat pemerintah yang sedang rapat di ruangan berpendingin udara. Keberadaan air kemasan memang sudah menjadi pemandangan biasa dan wajar. Hampir semua lapisan masyarakat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, baik dalam pertemuan arisan ibu-ibu maupun acara piknik keluarga di kebun binatang. Bahkan di sebagian besar rumah kita masing-masing, air kemasan selalu siap untuk menghapus dahaga.

Akan tetapi air adalah kebutuhan dasar bagi setiap makhluk hidup, Kita sebagai manusia bisa tidak makan satu sampai dua minggu, akan tetapi tidak akan tahan tanpa minum dalam beberapa hari. Sekitar 60 persen bobot tubuh manusia terdiri dari cairan, dalam bentuk aliran darah dan cairan dalam otak. Apabila manusia tidak minum dalam beberapa hari, akan terjadi dehidrasi, artinya keseimbangan cairan dalam badan akan terganggu karena air yang keluar lebih banyak dari yang masuk. Akibatnya bisa fatal. Pada tingkat yang sudah sangat berat, dehidrasi bisa berujung pada penurunan kesadaran, koma, hingga berakhir dengan kematian. Atas dasar itulah, air minum seyogyanya bisa didapatkan dengan mudah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, karena air yang disalurkan perusahaan air minum (PDAM) umumnya belum layak minum.

Berdasarkan pertimbangan diatas, Yayasan Tirta Indonesia Mandiri mempunyai gagasan besar agar masyarakat memiliki pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, dan saringan keramik TCM menjadi salah satu pilihan yang dapat dipertimbangkan. Saringan air keramik memang telah lama dikenal sebagai teknologi pengolahan tepat guna yang efektif dalam mengurangi resiko penyakit. Teknologi ini sebenarnya sudah dikenal lama, sejak Henry Doulton mencobanya sewaktu menyaring air sungai Thames di London pada tahun 1827. Air sungai Thames pada waktu itu tercemar berat oleh limbah manusia. Sejak itu penyaringan air dengan keramik dikenal sebagai cara yang efektif untuk menghilangkan bakteri dalam air, dan penggunaannya sebagai pengolahan setempat pada tingkat rumah tangga telah banyak dipelajari oleh para peniliti dan praktisi keramik.

Pengalaman lapangan dan percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa saringan ini secara efektif telah menghilangkan 99,88% hampir semua penyebab penyakit yang ditularkan melalui air. Menurut Potter for Peace (PfP), sebuah organisasi nirlaba dari AS yang mempromosikan penggunaan saringan keramik untuk pengolahan rumah tangga, saringan ini telah dijadikan referensi oleh Appropriate Technology Handbook dari PBB, dan digunakan oleh Palang Merah Internasional dan Doctor Without Border, sebuah organisasi penyelamatan kesehatan yang telah mendapat hadiah Nobel.

Saringan terdiri dari unit keramik berpori yang ditempatkan pada wadah dengan volume 20 liter yang dilengkapi keran. Unit saringan dilapisi larutan perak koloid sebagai desinfektan. Saringan memiliki kapasitas penyaringan sekitar 1 sampai 3,5 liter per jam, cukup untuk memenuhi kebutuhan skala rumah tangga. Saringan keramik telah diuji coba di lebih dari sepuluh negara di empat benua. Teknologi ini terbukti secara efektif menghilangkan bakteri koli, parasit, amuba dan vibrio kolera dari air. Teknologi ini telah dicoba dan dikembangkan di berbagai negara berkembang seperti di Guatemala, Ekuador, Peru, Nikaragua, El Salvador, Honduras, Kuba, Haiti, Meksiko, Pantai Gading, India, Nepal, Vietnam dan Kamboja. Di Indonesia produsen  saringan keramik masih terbatas.

Menarik untuk mengamati hasil kajian yang dilakukan ESP-USAID pada tahun 2006 di Jakarta mengenai perilaku masyarakat terhadap pengolahan air skala rumah tangga (point-of-use treatment). Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa pengolahan dengan saringan keramik merupakan pilihan kedua setelah merebus air (ESP-USAID, August 2006) Sayang bahwa saringan keramik masih belum banyak ditemukan di pasaran. Penelitian ilmiah terhadap efektifitas saringan keramik telah dilakukan para peneliti seperti Danielle Lantagne dari MIT (Alethia Environmental, 2001); Fahlin dan Valdez (2002); Clasen (2004); Robert Niven, McGill University (2005); John Harris, Universitas Oxford (2005); Clair Mattelet dari MIT (2006); Doris van Halem dari TU Delft, Belanda (2006) dan Joseph Brown dari University of North Carolina at Chapel Hill (2007).

Di Kamboja, saringan keramik dikembangkan oleh dua lembaga nirlaba setempat, yaitu RDI (Research Development International) dan IDE (International Development Enterprise). Saat ini ada tiga pabrik pembuat saringan keramik dengan produksi sekitar 5500 unit perbulan, yang langsung dipasarkan kepada konsumen melalui LSM setempat, atau dijual secara eceran. WSP (Water and Sanitation Program) dan UNICEF melakukan penelitian terhadap 25% dari 2000 rumah tangga di 13 kampung yang sudah menggunakan saringan keramik selama 4 tahun. Hasilnya memperlihatkan bahwa kasus diare turun sebanyak 50% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak menggunakan saringan. Saringan keramik terbukti bisa mengurangi bakteri koli sampai 99,99%.

Air yang sudah tersaring menjadi lebih dingin karena proses evaportranspirasi. Air yang dihasilkan tidak berbau dan tidak berasa seperti halnya apabila menggunakan klorin. Saringan keramik tidak memerlukan energi sebagaimana apabila menggunakan sinar ultraviolet. Juga tidak memerlukan bahan kimia (seperti klor) atau bahan yang perlu diganti (misalnya media pasir). Saringan keramik, apabila tidak retak atau pecah, bisa berfungsi baik selama lima tahun lebih, meskipun disarankan untuk diganti setiap satu atau dua tahun. Saringan dibersihkan dengan cara pembersihan bagian dalam keramik secara berkala untuk menghilangkan endapan yang akan mengurangi kecepatan saringan.  

Penggunaan saringan keramik di Indonesia memiliki peluang yang besar, mengingat bahwa masyarakat di perdesaan maupun penduduk marjinal di perkotaan masih kesulitan mendapatkan air bersih dan harus membayar mahal untuk air minum yang sehat, sementara air PDAM belum bisa diminum langsung. Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap pentingya air yang bersih baik bagi kesehatan perlu dilakukan secara bersamaan. Di sisi lain, pembuatan saringan keramik secara masal bisa menyerap tenaga kerja dan menghidupkan industri keramik setempat.

  Uji coba pembuatan dan pemanfaatan saringan keramik TCM dimulai sejak tahun 2008. Penelitian yang dilakukan termasuk mengkaji efektifitas saringan dalam penghilangan/pengurangan bakteri E. coli dalam air, dengan menggunakan contoh air baku dengan kualitas dan karakteristik serta tingkat pencemaran yang berbeda-beda.

Tabel berikut memperlihatkan efisiensi pengurangan bakteri coli serta beberapa parameter kimia yang merupakan hasil pemeriksaan laboratorium.

Parameter Efisiensi penghilangan, %
Zat terlarut total

1,6

Kekeruhan

94,4

Besi

99,9

Alkalinitas

10,7

Mangan

61,8

Nitrit sebagai N (NO2-N)

8,9

Sulfat

7,0

Koliform total

99,8

Tinjauan aspek finansial menunjukkan bahwa harga air produksi saringan keramik cukup bersaing dengan harga air kemasan. Analisa dilakukan melalui perbandingan harga antara air kemasan dan air produksi saringan keramik, keduanya dibandingkan karena sama-sama bisa diminum langsung tanpa dimasak terlebih dahulu. Harga air kemasan dalam ‘galon’ (botol besar yang berisi 4 galon atau sekitar 19 liter air siap minum) adalah antara Rp5.000 sampai Rp15.000 (untuk air kemasan bermerek, tanpa wadah). Apabila diambil harga paling murah (Rp5.000) atau sekitar Rp263,16 per liter, maka untuk 1 m3 harganya Rp263 ribu.

Pada kajian yang dilakukan di kelurahan Penggilingan, satu rumah tangga dengan lima anggota keluarga rata-rata membeli tiga ‘galon’ per minggu, atau 12 ‘galon’ perbulan, setara dengan 228 liter perbulan. Artinya satu rumah tangga menghabiskan Rp60.000/bulan. Harga satu unit saringan keramik saat ini adalah Rp400.000 (wadah Lion Star), yang dapat dipakai selama tiga tahun (umur rata-rata saringan keramik secara teori bisa mencapai tujuh tahun). Dengan menggunakan air sumur yang ada dirumahnya (airnya gratis), maka satu keluarga yang sama akan menghabiskan uang sebanyak Rp400.000 untuk tiga tahun, atau Rp11.000/bulan. Ini artinya air kemasan hampir enam kali lebih mahal dari air produksi saringan keramik. Penghematan sekitar Rp50,000 perbulan akan sangat berarti bagi masyarakat yang kurang mampu.

TCM-Ceramic-FilterYang masih menjadi kendala adalah mengenalkan produk ini kepada masyarakat luas, dimana masyarakat pada umumnya belum terbiasa meminum langsung air yang belum dimasak terlebih dahulu, dan mudahnya memperoleh air kemasan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagaimana banyak diberitakan, air kemasan (yang tidak bermerek) banyak yang diragukan kualitasnya. Air kemasan dari produk bermerekpun, dengan proses pengangkutan yang panjang di perjalanan, bisa menimbulkan racun Bisphenol A (BPA) penyebab penyakit kanker, akibat proses pemanasan akibat terkena sinar matahari dalam botol plastik sepanjang perjalanan (Binder, 2008).

Tahun 2012 Yayasan Tirta Indonesia Mandiri mendapatkan bantuan inkubasi teknis dan pengembangan bisnis dari Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia atau Inotek (www.inotek.org) selama tiga tahun, dan telah melakukan kerjasama bisnis dengan berbagai yayasan dan lembaga swadaya masyarakat lainnya, seperti Habitat for Humanity Indonesia dan lain-lain. Informasi lebih lengkap tentang saringan keramik TCM dapat dilihat pada situs www.tcm-filter.com. Bagi yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang saringan keramik ini, silakan hubungi info@tcm-filter.com atau rissukarma@yahoo.com.

Dengan informasi ini diharapkan para perajin keramik kita ada yang tertarik untuk memproduksi dan memasarkan saringan keramik kepada masyarakat, sehingga membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum yang sehat dengan harga yang terjangkau.

Penulis : Risyana Sukarma (Ketua Umum Yayasan Tirta Indonesia Mandiri)//Editor : UT (Sekretariat STBM Nasional)  

Comments