Mari Berantas Dolbon!

Bayangkan jika Anda sedang bertamu di sebuah wilayah, di mana di sana tak ada WC di sekitar rumah tinggal. Kebiasaan warga setempat, BAB dilakukan di kebun yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah. Orang Sunda suka menyebutnya dolbon, singkatan dari modol di kebon.Suatu ketika, saat hujan lebat, perut Anda terasa mules dan pengen BAB (Buang Air Besar). Kumaha tah? Pilihannya dua. Satu, nekat BAB di kebun saat hujan lebat, sambil membawa pacul atau sekop dan payung atau jas hujan. Pilihan kedua, lebih nekat lagi, BAB di sekitar rumah, tapi membungkusnya dengan kantong plastik. Bak buah simalakama, tetapi piihan harus diambil, karena perut sudah tak bisa diajak kompromi. Cerita di atas, bukanlah cerita fiksi ala cerpen. Itu adalah sebuah kenyataan di Jawa Barat. Di berbagai wilayah, masih ditemukan perilaku BAB yang sembarangan, atau disebut juga sebagai BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Apakah ini karena warga Jawa Barat tak memiliki jamban, atau WC sendiri di rumahnya seperti pada kasus di atas? Tidak juga. Kebiasaan warga dalam BAB masih menjadi persoalan. Bagi sebagian masyarakat, BAB di sungai atau di sawah dianggap sebagai ajang kumpul warga. Ada lagi yang suka BAB di kolam untuk memberi pakan ikan-ikan yang ada di sana. Lumayan pan, pakan ikan gratis. Belum lagi yang tidak terbiasa BAB di ruangan tertutup, atau tidak di atas air mengalir. Jangan heran kalau pada tahun 2010, angka rata-rata kejadian diare per seribu penduduk di Jawa Barat mencapai 3.428 kasus. Artinya, rata-rata satu orang pernah mengalami tiga kali diare dalam setahun. Apalagi di musim kemarau seperti belakangan ini, biasanya jumlah penderita penyakit diare di Jawa Barat mengalami peningkatan. Padahal menurut data tahun 2010, rata-rata rumah tangga yang memiliki jamban di Jawa Barat sudah mencapai 68,76%. Berarti lebih dari setengah rumah tangga di Jawa Barat yang waktu itu berjumlah sekitar 12 juta, sudah memiliki jamban sendiri. Naha,masih banyak yang diare? Masih ada faktor lain yang perlu diperhatikan di antaranya adalah mendorong kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Salah satu yang terpenting adalah menghentikan BABS. Jadi, membangun jamban dan membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah satu hal yang tak bisa dipisahkan. Kalau perilaku dolbon masih dipelihara, tinja yang tersebar dimana-mana, akan kembali ke meja makan lewat lalat yang beterbangan. Bahkan, sangat mungkin terjadi lewat tangan yang tidak dicuci dengan sabun setelah BAB. Pemerintah tidak tinggal diam melihat masalah ini. Sudah digalakkan program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) sejak tahun 2006, yang merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku sehat dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat melalui metode pemicuan. Di Jawa Barat, selama ini sudah ada 746 desa STBM, dan berhasil membebaskan 200 desa dari perilaku BABS. Kabupaten Sumedang termasuk salah satu yang paling sukses, dimana semua desa di Sumedang telah mulai menjalankan program STBM. Bagaimana dengan wilayah lain? Apa saja tantangannya? Mengapa sulit menghilangkan perilaku BABS ini? Tunggu saja yah, Pojok Kang Hebring masih akan menjumpai Anda untuk menceritakan permasalahan jamban sehat di Jawa Barat. Sumber: Tribun Jabar 15 Oktober 2012 Download: Pojok Kang Hebring - Tribun Jabar 15 Oktober 2012
  Download    1694 downloaded

Comments